Contoh Makalah Sanad Matan Dan Rawi Hadist



KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan semesta alam.Yang telah menciptakan manusia, para anbiya’, para malaikat, hewan-hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.Yang telah menciptakan akal di dalam otak manusia sehingga mereka dapat berfikir untuk mengembangkan sebuah ilmu menjadi sebuah pengetahuan yang berlandaskan kitab Allah yaitu Al-Qur’an. Dan yang telah memberikan kami ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk  menyusun  sebuah  makalah pengatar studi hadits dengan tema “Sanad, Rawi Dan Matan ”  ini.
Sholawat dan salam  selalu tercurahkan untuk junjungan  Nabi besar dan kekasih Allah SWT, Sayyidina Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam, yang telah menuntun kami para umat beliau dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang karena cahaya kasih sayang dan cintanya kepada para umatnya dalam Islam. Dan yang telah mendapatkan risalah kebenaran yaitu Al-Qur’an, lalu menyampaikan dan mengajarkan para umatnya sebuah firman-firman Allah yaitu Al-Qur’an.
Penyelesaian tugas ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan para pembaca tentang apa itu ‘ Sanad, Rawi, Dan Matan’. Selain itu, kami selaku penyusun makalah mengucapkan terimakasih kepada Bapak Abu Kholish, MA selaku dosen mata kuliah Pengantar Studi Hadits yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, serta pada tim anggota kelompok  yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh  karena itu, kami tidak menutup diri dari pembaca untuk memberi saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang. Kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu manfaat bagi kami penyusun dan pembaca semuanya. Amin.

Brebes

23 November 2017

DAFTAR ISI
Kata Pengantar           ........................................................................................................ 1
Daftar Isi         .................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN     ............................................................................................ 3
            1. Latar Belakang        ............................................................................................ 3
            2. Rumusan Masalah   ............................................................................................ 3
            3. Tujuan                     ............................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN      ............................................................................................ 4
A.    Pengertian sanad   ............................................................................................ 4
B.     Pengertian matan  ............................................................................................ 6
C.     Pengertian rawi     ............................................................................................ 7
BAB III PENUTUP               ............................................................................................ 9
A.    Kesimpulan           ............................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA                        ............................................................................................ 10











BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia bagi orang-orang yang bertaqwa sifatnya mujmal(global) atau masih ‘am(umum), maka untuk menerapkannya secara praktis sangatlah membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih jelas terutama dari nabi Muhammad SAW yang menerima wahyu. penjelasan-penjelasan dari nabi tersebut bisa berupa ucapan atau perbuatan maupun pernyataan atau pengakuan, yang dalam tradisi keilmuan islam disebut hadits. Dengan demikian, hadits nabi merupakan sumber ajaran islam setelah AL-Qur’an.
Dari sisi periwayatannya hadits memang berbeda dengan Al-Qur’an. Semua periwayatan ayat-ayat Al-Qur’an dipastikan berlangsung secara mutawatir, sedang hadits ada yang mutawatir dan ada juga yang ahad. Oleh karena itu, Al-Quran bila dilihat dari segi periwayatannya mempunyai kedudukan sebagai qot’i al-wurud, sedang hadits nabi dalam hal ini yang berkategori ahad, berkedudukan sebagai dzoni al-wurud.
Untuk mengetahui otentisitas dan orisinalitas hadits semacam ini diperlukan penelitian matan maupun sanad. Dari sini dapat dilihat bahwa selain rowi , matan dan sanad merupakan tiga unsur terpenting dalam hadits nabi.
Untuk itu dalam pembahasan makalah ini kami akan menyajikan bahan diskusi yang berjudul :Sanad, Matan, dan Rowi Hadits, kami akan mencoba memaparkan apa itu Sanad, Matan, dan Rowi Hadits.
B. Rumusan Masalah
Dari pendahuluan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan atau pertanyaan.
1.      Apa itu sanad ?
2.      Apa itu matan ?
3.      Apa itu rawi ?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian sanad
2. Memahami Pengertian matan
3. Memahami pengertian rawi
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SANAD
            Sanad berasal dari kata dasar “sanada, yasnudu, artinya : “sandaran”,”tempat bersandar”,”tempat berpegang”, atau berarti “yang dipercaya” atau “yang sah”, sebab sebuah hadits selalu bersandar padanya dan dipegangi atas kebenarannya.
السند هو سلسلة الرجال الموصولة للمتن
Artinya : “ Sanad ialah silsilah mata rantai orang orang yang menghubungkan kepada matan hadits”
الاخبارعن طريق المتن
Artinya : “Pemberitaan tentang jalan (yang dilalui) matan”
السند هو سلسلة الرواة الذ ين نقلو المتن عن صدره الا ول
Artinya : “Sanad ialah mata rantai para perawi yang memindahkan hadits dari sumber utamanya”
            Yang dimaksud dengan istilah “silsilah orang” ialah susunan atau rangkaian mata rantai orang orang yang menyampaikan materi hadits tersebut, mulai dari yang disebut pertama, sampai kepada Rasulullah SAW., dimana semua perbuatan, ucapan, pengakuan dan lainnya merupakan matan hadits.
            Oleh sebab itu, yang dinamakan sanad hanyalah yang berlaku pada sederetan mata rantai orang orang, bukan dari sudut pribadi secara perorangan. Sebab sebutan untuk perorangan yang menyampaikan hadits itu sendiri disebut dengan perawi atau rawi.[1]

           

            Dalam ilmu hadits ada beberapa istilah yang erat kaitannya dengan sanad, seperti Isnad, Musnid, Musnad.
1.      Isnad
Isnad ialah :
الاسنا هو رفع الحديث الي قا ئله


Artinya : “Isnad ialah mengangkat hadits Nabi kepada yang mengatakannya (perawi pertama)”
Atau :
الاسناد هو اضافة الحديث الي قا ئله و نسبته اليه


Artinya : ”Isnad ialah  menyandarkan hadits kepada yang mengatakannya (preawi pertama)dan menisbatkan (menghubungkan) hadits itu kepadanya (orang pertama)”

Dengan demikian, para ahli hadits bersepakat untuk mengatakan bahwa isnad merupakan suatu yang sangat penting. Bahkan, ilmu ini hanya dimiliki oleh islam sebab ia merupakan cara pemidahan (pengaksesan) berita dari orang terpercaya kepada orng terpercaya yang lainnya, sampai kepada Nabi Muhammad SAW., Sebagai pemilik dan sumbernya. [2]
2.      Musnid dan Musnad
Musnid ialah :

المسند هو من يروي الحديث باسناده، سواء كان عنده علم به او ليس له الا مجرد روايته

Artinya : “Orang yang meriwayatkan Hadits dengan isnadnya, baik mengetahui atau tidak mengetahui terhadap matan itu, tetapi ia sendiri menjadi sumber berita itu.”

Sedang musnad, dapat diartikan dengan beberapa pengertian, diantanya ialah :
1).        Sebagai sebutan nama kitab, seperti kitab Musnad Imam Ahmad dan sebagainya. Dalam hal ini Musad berarti sebuah kitab yang didalamnya terkumpul beberapa hadits yang di sandarkan kepada sahabat.
2).        Arti Musnad disamakan dengan kata isnad sehingga menjadi suatu sebutan musnad, seperti musnad Asy-syihab, Musnad Al-Firdaus yang itu berarti musnad musnaf hadits mereka.
            Dengan demikian, di dalam ilmu hadits dikemal kata musnid, hafizh, dan muhaddits. Musnid adalah tingkatan yang paling rendah, baru kemudian hafizh dan yang paling tinggi adalah Muhaddits, sebab Muhaddits mengetahui isnad-isnad, ‘ilal dan nama-nama atau asma’ar-rijal. Muhaddits yang paling banyak menghafal adalah Muhaddits yang mengetahui kutub as-sittah, beberapa musnad, mu’jam-mu’jam dan kitab kitab hadits yang terkenal dikalangan ulama hadits.[3]
B. PENGERTIAN MATAN
Matan adalah bahasa arab yang secara harfiyah berarti tanah yang tinggi. Sedang menurut istilah adalah lafal lafal hadits yang mengandung makna tertentu, atau suatu kalimat yang menjadi tempat berakhirnya sanad.
            Dari definisi diatas, matan iakah materi atau lafazh hadits itu sendiri atau bisa juga disebut isi dari hadits tersebut, yang oleh penulisnya ditempatkan setelah menyebutkan sanad sebelum perawi.
            Dengan demikian, matan hadits ialah materi berita atau pokok atau isi berita yang diterima dan direkam oleh sanad terakhir, baik berupa sabda Nabi SAW., sahabat ataupun tabi’in yang berisi tentang perbuatan Nabi SAW.[4]



C. PENGERTIAN RAWI
Rawi secara bahasa berarti periwayatan. Sedangkan menurut isltilah ulumul hadits, rawi adalah orang yang meriwayatkan suatu hadits.
Dalam penelitian hadits, terdapat cabang ilmu yang khusus membahas tentang kondisi perawi hadits, baik ditinjau dari sisi positif  maupun sisi negatif perawi hadits tersebut. Ilmu tersebut dikenal dengan istilah “Ilmu Jarh dan Ta’dil”. Sebagian ahli mengatakan bahwa ilmu Jarh dan Ta’dil tersebut sebenarnya berasal dari ilmu Rijal al-Hadits.
Seorang rawi merupakan salah satu faktor penting keabsahan sebuah hadits, karena jika sebuah hadits berasal dari rawi yang tidak terpercaya, bisa jadi itu bukanlah sebua hadits murni atau asli, melainkan sebuah perkara yang dibuat-buat.
SYARAT-SYARAT PERIWAYATAN HADITS
Periwayatan hadits adalah sebuah proses penerimaan (naql dan tahammul) hadits ole seorang rawi dari gurunya dan stetlah dipahami, dihafalkan, dihayati, diamalkan (dhabth), ditulis dan disampaikan kepada orang lain sebagai murid dengan menyebutkan sumber pemberitaan riwayat tersebut.
Dalam proses periwayatan hadits, terdapat dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan, yakni tahammul dan ada’ al-hadits. Tahammul adalah cara penyampaian seorang hadits dari seorang guru kepada muridnya. Sedangkan ada’ adalah proses penerimaan hadits oleh seorang murid dari guru atau syaikhnya.
Semua ulama’ hadits mensyaratkan untuk orang yang riwayatnya dapat dijadikan sebagai hujjah memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini:
  1. Islam
Hal tersebut merupakan syarat yang paling mutlak dan paling jelas. Karena dia menjadi periwayat hadits atau khabar yang berkaitan dengan hukum-hukum, urusan dan tasyri’ agama Islam. Namun syarat ini hanya berlaku ketika seseorang tersebut menyampaikan (meriwayatkan) hadits, bukan ketika membawa atau menanggungnya.
Menurut pendapat yang shahih, perawi pada saat menerima hadits tidak disyaratkan harus beragama Islam dan baligh, namun setidaknya harus sudah tamyiz. Jadi orang kafir dan anak-anak dinyatakan sah menerima riwayat hadits, tapi tidak sah dalam kegiatan penyampaian hadits sampai masuk Islam dan baligh.

  1. Berakal
Berakal disini meliputi ‘aqil dan baligh. Karena, menurut para ahli berakal berarti identik dengan kemampuan seseorang membedakan (mana yang baik dan mana yang buruk). Sedangkan patokan umum terhadap hal tersebut harus ‘aqil dan juga baligh.

  1. ‘Adil
Perawi haruslah orang yang bersikap konsisten dan berkomitmen tinggi pada urusan agama, bebas dari setiap kefasikan, dan dari hal-hal yang merusak kepribadiannya.
Al-Khatib al-Baghdadi mendefinisikan adil sebagai berikut:
“Orang yang tahu melaksanakan kewajibannya dan segala yang diperintahkan kepadanya, dapat menjaga diri dari larangan-larangan, menjauhi kejahatan, mengutamakan kebenaran dan kewajiban dalam segala tindakan dan pergaulannya, serta menjaga perkataan yang bisa merugikan agama dan merusak kepribadian. Barang siapa dapat menjaga dan mempertahankan sifat-sifat tersebut, maka ia dapat disebut bersikap adil dan bagi agamanya dan haditsnya diakui kejujurannya.
  1. Dhabith
Yang dimaksud dengan dhabit adalah perhatian perawi kepada yang didengar ketika dia menerimanya serta memahami apa yang didengarnya itu, sehingga ia bisa mnerima dan menyampaikan suatu riwayat dengan sempurna.
Dhabith dibagi menjadi 2:
– Dhabit Shadar, yakni perowi yang menghafalkan dengan baik.
– Dabith Kitab, adala perawi yang memelihara kitabnya dengan baik dari masuknya sisipan dan lain sebagainya.[5]






BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
            Dari uraian-uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa :
1).        Sanad adalah berasal dari kata dasar “sanada, yasnudu, artinya : “sandaran”,”tempat bersandar”,”tempat berpegang”, atau berarti “yang dipercaya” atau “yang sah”, sebab sebuah hadits selalu bersandar padanya dan dipegangi atas kebenarannya.Atau secara istilah sanad bisa juga disebut silsilah mata rantai orang orang yang menghubungkan kepada matan hadits.
2)         Matan adalah materi berita atau pokok atau isi berita yang diterima dan direkam oleh sanad terakhir, baik berupa sabda Nabi SAW., sahabat ataupun tabi’in yang berisi tentang perbuatan Nabi SAW.
3).        Rawi secara bahasa berarti periwayatan. Sedangkan menurut isltilah ulumul hadits, rawi adalah orang yang meriwayatkan suatu hadits.















DAFTAR PUSTAKA

                Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2016) halaman 21
            Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2016) halaman 20
            Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta :        Pustaka Pesantren,        2016) halaman 22

            Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren,             2016) halaman             28
           
            https://rusunawablog.wordpress.com/2014/05/08/pengertian-rawi-dan-        proses-            transformasi-hadits/

                                                     




[1] Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2016) halaman 21
[2] Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2016) halaman 20
[3] Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2016) halaman 22
[4] Muhammad Ma’shun Zein, Ilmu memahami hadits nabi (Bantul, Yogyakarta : Pustaka Pesantren, 2016) halaman 28
[5] https://rusunawablog.wordpress.com/2014/05/08/pengertian-rawi-dan-proses-transformasi-hadits/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh makalah perkembangan psikososial

Contoh Makalah Isim Maf'ul

contoh makalah tentang email